Sabtu, 21 April 2018

‘AL-MAQASHID SYARIAH BERDASARKAN TINGKATAN (AL MUKAMMILAT)’

di April 21, 2018


NAMA             : ELLA MIANTI
NIM                 : 170202010
JURUSAN       : AHWAL SYAKHSIYYAH (2/A)

‘AL-MAQASHID SYARIAH BERDASARKAN TINGKATAN (AL MUKAMMILAT)’

Usaha mengkaji prinsip-prinsip umum telah banyak dilakukan oleh ulama terdahulu. Ibn al- Qayyim mengemukakan bahwa syari’at dasar dan landasannya adalah hikmah dan terwujudnya kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
 Syari’at itu adalah keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah secara menyeluruh. Setiap masalah-masalah yang menyimpang dari keadilan ke tirani dari rahmat ke permusuhan, dari maslahat ke kebinasaan dan dari hikmah ke kesia-siaan ini bukanlah termasuk syari’at, sekalipun dengan interpretasi yang bagaimanapun. Pendapat ini sangat sesuai dengan maqashid syari’ah. Alyubi secara khusus membahas persoalan ini dalam kitabnya Maqashid al- Syari’ah al- Islamiyyah wa ‘Alaqatuha bi al-Adillati al- Syari’ati,. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan kemaslahatan yang dikandung hukum syara’, maka dapat dibagi kepada empat tingkatan, yaitu dharuriyyat, hajjiat, tahsiniyat[1] dan mukammilat.
Pembahasan ini terfokus pada tingkatan Al Mukammilat. Mukammilat  artinya menyempurnakan atau sebagai penyempurna dari tingkatan pertama (Dharuriyyat), tingkatan kedua (Hajjiyat), dan tingkat ke tiga (Tasniyat).
Pada tingkatan Al Dharuriyyat Al- Ayubi mendefenisikan dharuriyyat dengan berbagai bentuk kemaslahatan yang dihasilkan dari pemeliharaan tujuan-tujuan syari’at, yang terdiri dari pemeliharaan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Ali Hasaballah, menyebutkan bahwa dharuriyyat adalah maqashid yang mesti ada demi keberlangsungan hidup baik berdasarkan agama maupun untuk di dunia dan diakhirat.
Al- Syatibi menyebutkan bahwa dharuriyyat merupakan suatu kepentingan yang mesti ada untuk menegakkan kemaslahatan agama dan dunia, apabila hal itu tidak ada, kemaslahatan tidak akan berjalan secara berkesinambungan, sehingga akan terjadi kerusakan, kesulitan dan kebinasaan dalam kehidupan.[2]
Ali Hasaballah memberikan contoh dalam persoalan dharuriat disyari’atkannya shalat bertujuan untuk memelihara agama, guna menyempurnakan syari’at tersebut maka disyari’atkan juga azan untuk i’lan dan iqamah untuk berjama’ah.[3]
Pada tingkatan ke dua al Hajjiat. Hajjiat merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan untuk mendatangkan kelapangan dan mengangkat kesempitan yang melekat dengan luputnya yang dituntut. prinsip utama dalam aspek hajjiat ini adalah untuk menghilangkan kesulitan, meringankan beban taklif dan memudahkan urusan mereka.[4]
Kebutuhan ini berlaku dalam bidang ibadat, adat, dan muamalah. Misalnya disyariatkannya jual beli dalam bidang muamalat guna menyempurnakan syariat tersebut maka juga disyariatkan mencari saksi.[5] contoh yang lainnya juga disyariatkan qiradh (berhutang) dan untuk menyempurnakannya di syariatkan juga untuk mencatat ntah itu dari yang berhutang atau yang diberikan untuk berhutang.
Pada tingkatan ketiga yaitu al Tahsiniyat. Al- Syatibi menyebutkan bahwa tahsiniat merupakan kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat dan akhlak seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya sesuai dengan kepatutan.[6]
 Seandainya kebutuhan ini tidak ada, tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima tujuan pokok (memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta) dan tidak pula menimbulkan kesulitan, karena kebutuhan ini sebagai pelengkap seperti yang dikemukakan oleh al syatibi,  hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak. Allah SWT telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebuutuhan tahsiniyat.[7] Misalnya telah di syariatkannya berkurban untuk menyempurnakannya disyariatkan juga untuk memilih hewan yang bagus dalam berkurban atau aqiqah, dan dalam berinfak disyariatkan berinfak dengan harta yang baik.[8]
Dengan demikian mukammilat,  dapat dipahami sebagai kebutuhan penyempurna dari ketiga kebutuhan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Alaidin Koto. 2013  filsafat hukum islam Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Fauzan Januri. 2013 pengantar hukum islam dan pranata sosial Bandung : Pustaka Setia.
Ismardi Ilyas. 2014 Strafikasi maqasid syariah terhadap kemaslahatan dan penerapannya. Riau : uin sultan syarif karim.
Mutawali. 2016 filsafat hukum islam.  Lombok : Elhikam press.
Satria Efendi. 2014 ushul fiqh. Jakarta : kencana.
Sapiudin Shidiq, 2014 ushul fiqh Jakarta : Kencana.



[1] Alaidin koto.  filsafat hukum islam (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2013) hal 49
[2] satria efendi. ushul fiqh ( Jakarta : kencana, 2014) hal 234
[3] Ismardi Ilyas, Strafikasi maqasid syariah terhadap kemaslahatan dan penerapannya.(Riau : uin sultan syarif karim, 2014) hal 17
[4] Ibid Alaidin koto.  filsafat hukum islam (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2013) hal 51
[5] mutawali, filsafat hhukum islam (Lombok : Elhikam press, 2016) hal 124
[6] sapiudin shidiq, ushul fiqh ( Jakarta : Kencana, 2014) 226
[7] Ibid satria efendi. ushul fiqh ( Jakarta : kencana, 2014) hal 236
[8]  Ibid Mutawali, filsafat hhukum islam (Lombok : Elhikam press, 2016) hal 124

0 komentar:

Posting Komentar

 

Tintasetitik_dalam ilusi © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor