NAMA :
ELLA MIANTI
NIM :
170202010
JURUSAN :
AHWAL SYAKHSIYYAH (2/A)
‘AL-MAQASHID
SYARIAH BERDASARKAN TINGKATAN (AL MUKAMMILAT)’
Usaha mengkaji prinsip-prinsip umum telah banyak dilakukan oleh
ulama terdahulu. Ibn al- Qayyim mengemukakan bahwa syari’at dasar dan
landasannya adalah hikmah dan terwujudnya kemaslahatan manusia di dunia dan
akhirat.
Syari’at itu adalah
keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah secara menyeluruh. Setiap
masalah-masalah yang menyimpang dari keadilan ke tirani dari rahmat ke
permusuhan, dari maslahat ke kebinasaan dan dari hikmah ke kesia-siaan ini bukanlah
termasuk syari’at, sekalipun dengan interpretasi yang bagaimanapun. Pendapat
ini sangat sesuai dengan maqashid syari’ah. Alyubi secara khusus
membahas persoalan ini dalam kitabnya Maqashid al- Syari’ah al- Islamiyyah
wa ‘Alaqatuha bi al-Adillati al- Syari’ati,. Ia menyebutkan bahwa
berdasarkan kemaslahatan yang dikandung hukum syara’, maka dapat dibagi kepada
empat tingkatan, yaitu dharuriyyat, hajjiat, tahsiniyat[1]
dan mukammilat.
Pembahasan ini terfokus pada tingkatan Al Mukammilat. Mukammilat artinya menyempurnakan atau sebagai
penyempurna dari tingkatan pertama (Dharuriyyat), tingkatan kedua (Hajjiyat),
dan tingkat ke tiga (Tasniyat).
Pada tingkatan Al Dharuriyyat Al- Ayubi mendefenisikan dharuriyyat
dengan berbagai bentuk kemaslahatan yang dihasilkan dari pemeliharaan
tujuan-tujuan syari’at, yang terdiri dari pemeliharaan agama, jiwa, akal, harta
dan keturunan. Ali Hasaballah, menyebutkan bahwa dharuriyyat adalah maqashid
yang mesti ada demi keberlangsungan hidup baik berdasarkan agama maupun
untuk di dunia dan diakhirat.
Al- Syatibi menyebutkan bahwa dharuriyyat merupakan suatu
kepentingan yang mesti ada untuk menegakkan kemaslahatan agama dan dunia,
apabila hal itu tidak ada, kemaslahatan tidak akan berjalan secara
berkesinambungan, sehingga akan terjadi kerusakan, kesulitan dan kebinasaan
dalam kehidupan.[2]
Ali Hasaballah memberikan contoh dalam persoalan dharuriat disyari’atkannya
shalat bertujuan untuk memelihara agama, guna menyempurnakan syari’at tersebut
maka disyari’atkan juga azan untuk i’lan dan iqamah untuk berjama’ah.[3]
Pada tingkatan ke dua al Hajjiat. Hajjiat merupakan suatu
kebutuhan yang diperlukan untuk mendatangkan kelapangan dan mengangkat
kesempitan yang melekat dengan luputnya yang dituntut. prinsip utama dalam
aspek hajjiat ini adalah untuk menghilangkan kesulitan, meringankan beban taklif
dan memudahkan urusan mereka.[4]
Kebutuhan ini berlaku dalam bidang ibadat, adat, dan muamalah.
Misalnya disyariatkannya jual beli dalam bidang muamalat guna menyempurnakan
syariat tersebut maka juga disyariatkan mencari saksi.[5]
contoh yang lainnya juga disyariatkan qiradh (berhutang) dan untuk
menyempurnakannya di syariatkan juga untuk mencatat ntah itu dari yang
berhutang atau yang diberikan untuk berhutang.
Pada tingkatan ketiga yaitu al Tahsiniyat. Al- Syatibi menyebutkan
bahwa tahsiniat merupakan kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat
dan akhlak seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya sesuai dengan
kepatutan.[6]
Seandainya kebutuhan ini
tidak ada, tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima tujuan pokok
(memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta) dan tidak pula menimbulkan
kesulitan, karena kebutuhan ini sebagai pelengkap seperti yang dikemukakan oleh
al syatibi, hal-hal yang merupakan
kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak
dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma
dan akhlak. Allah SWT telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan
kebuutuhan tahsiniyat.[7]
Misalnya telah di syariatkannya berkurban untuk menyempurnakannya disyariatkan
juga untuk memilih hewan yang bagus dalam berkurban atau aqiqah, dan dalam
berinfak disyariatkan berinfak dengan harta yang baik.[8]
Dengan demikian mukammilat, dapat dipahami sebagai kebutuhan penyempurna
dari ketiga kebutuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alaidin Koto. 2013 filsafat
hukum islam Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Fauzan Januri. 2013 pengantar hukum islam dan pranata sosial
Bandung : Pustaka Setia.
Ismardi Ilyas.
2014 Strafikasi maqasid syariah terhadap kemaslahatan dan penerapannya.
Riau : uin sultan syarif karim.
Mutawali. 2016 filsafat hukum islam. Lombok : Elhikam press.
Satria Efendi. 2014 ushul fiqh. Jakarta : kencana.
Sapiudin Shidiq, 2014 ushul fiqh Jakarta : Kencana.
[1] Alaidin
koto. filsafat hukum islam
(Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2013) hal 49
[2] satria
efendi. ushul fiqh ( Jakarta : kencana, 2014) hal 234
[3]
Ismardi Ilyas, Strafikasi maqasid syariah terhadap kemaslahatan dan
penerapannya.(Riau : uin sultan syarif karim, 2014) hal 17
[4] Ibid Alaidin
koto. filsafat hukum islam
(Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2013) hal 51
[5]
mutawali, filsafat hhukum islam (Lombok : Elhikam press, 2016) hal 124
[6] sapiudin
shidiq, ushul fiqh ( Jakarta : Kencana, 2014) 226
[7] Ibid
satria efendi. ushul fiqh ( Jakarta : kencana, 2014) hal 236
[8] Ibid Mutawali, filsafat hhukum
islam (Lombok : Elhikam press, 2016) hal 124
0 komentar:
Posting Komentar